ABAGYAGIRI MAHARAJA PRABHU SRI BOJA GALUH PADJAJARAN 1351 M


Oleh: Wangsa Badra Kendeng.

Prabhu Sri Boja Orang Orang Kerajaan Dulu Menyebutnya, Beliau adalah Raja Galuh Padjajaran. Yang Memerintah Padjajaran pada Tahun 1351 M.

Raja Yang Baik Hati Ramah Agak Sedikit Mejeng Berkulit Kuning Langsat Tinggi Lencir Berikat Kepala Motif Sikatan Nebo Berbaju Motif Kembang Kembang Kecil berdasar Warna Hijau Mupus,Berkumis Tipis Tanpa Jenggot Tanpa Jambang, Lirikanya dan Permainan Matanya Penuh Makna,Suka Berkawan di Cintai Kawan di Hormati Lawan.
Baju Kebesarnya Warna Perak, Kerajaan Galuh Padjajaran Tidak Memakai Mahkota Tropong Emas Seperti Kerajaan Kerajaan di Jawa Timur, Melainkan Memotif Rambutnya Sebagai Mahkota dan Bersumping Melathi di Kanan Kiri dan Bersisir Emas.

Prabhu Seri Boja Galuh Padjajaran Gugur di Medan Tempur Melawan Wilwatikta Nagari Jaman Rajasanagara Prabhu. Rombongan Prabhu Boja Kalah di Peperangan. Banyak Prajurit Padjajaran Lari Tinggal Glanggang Menyelamatkan diri Lari Masuk Ke Hutan Hutan.
Baju dan Celananya Mereka Menjadi Compang Camping Dedel Duwel Dawul Dawul Tersangkut Duri duri dan tersangkut sangkut dahan dahan tajam. Nafasnya Para Prajurit Padjajaran itu Sampai Kendeng Terlihat Krenggosan Melar Mingkus Enggos Enggosan
Padahal Sudah Tidak di Kejar Prajurit Madjapahit.
Maksud Hati Ingin Cepat Cepat Kabar Kabar di Galuh Padjajaran Bahwa Paduka Maharaja Prabhu Seri Boja Gugur di Tlatah Wilwatikta.

Sampai di Hutan Kendeng Ketemu Pendeta Guru Badra, di Tanyain Kok Krenggosan ada apa, Kelima Prajurit itu Menjawab Ingin Segera Pulang, Ungin Segera Mengabarkan Bahwa Prabu Boja Gugur di Bubat Beserta Keluarganya.
Sumengko Kedatangannya Pajurit Padjajaran itu Membuat Guru Badra Gugup Gupuh Sehingga Ketrucut Sabdanya di Tepat itu di Sabda Oleh Guru Badra Jadi Nama Sumengko Untuk Mengenangnya. Tempat itu Kalau jadi Desa atau Banjar Pemukiman jadi Desa Sumengko kemudian Orang Orang Kendeng Menyebutnya Bhumi Sumengko Kendeng Sampai Sekarang. Jadi desa Bernama Sumengko

Prajurit itu Kemudian di Kasih Bekal Oleh Guru Badra Sebungkus Daun Jati Madu Malam, Sebungkus Kunyit Temulawak dan Bakaran Kelapa Beserta Segenggam Garam Untuk Bekal Pulang Ke Padjajaran. Di Bungkus Jubah Sang Pendeta Guru Badra Bekal itu Mereka bawa pulang Ke Negerinya di Sana.
Seri Prabhu Boja Itu Sudah di Peringatkan Para Sesepuh Para Mpu Para Brahmana Pandita Domas Bahwa Berangkatnya itu Harinya tidak baik, tetapi masih Bersikeras Berangkat Juga.
Berangkatnya itu Berlayar Lewat Laut Utara Waktu Sireb Bajang Kurang Lebihnya. Pulang Malah Tinggal Namanya Saja. Jaman itu Belum ada Belanda Belum ada Pemerintahan Islam di Nusa Lingga ini. Atau Zhou Hwa (Jawa).
Perang Bubat itu terjadi Sekitar Surya Rumangsang Dan Prabhu Boja Gugur Sekitar Wisan Garu dan Lingsir Surya Sudah Selesai Semuanya, Prajurit Padjajaran Yang Lari Ketemu Guru Badra Waktu itu Waktu Nggereg Angon.

Celakanya Sejarah Prabhu Boja di Dramatisir Oleh Cendekiawan Muslim Era Kasultanan. Demak Sampai Sekarang, Karena Banyak Yang Tidak Tau Sejarah itu Orang Orang Pada Ngaku Aku Turunan Padjajaran Waris Galuh Padjajaran,
Lha Prabhu Boja di Rubah Namanya Menjadi Siliwangi. Dan di Kenang Juga Sebagai Muslim. 

Dan Ada yang menggambarnya tetapi Ciri Ciri beliau yang di tulis keluarga badra tidak sama dengan gambar gambar yang ada di pasaran itu sehingga bubrah Sejarah padjajaran Makin Runyam Gelap Gulita Sejarah Pasundanan di Klaim dan Silsilahnya di Karang karang.

Demi Ambisi Kekuasaan Serta Memperluas Pengaruh Mereka dalam Mengislamkan Pasundan dengan Memutarbalikan Sejarah Menjungkirbalikan Kebenaran Sehingga Kebenaran menjadi kebohongan kebohongan berganti kebenaran. Galuh Padjajaran itu ada 4 Kepercayaan Yang dianut Masyarakat Pasundan Yaitu.
1. Siwa Kanung.
2. Buddha Kanung
3. Kanung
4. Vishnawa.

Prabhu boja itu Beragama KANUNG Naluri Leluhur Medhang dan Kendeng. Malah Oleh mereka Menyebut SUNDA WIWITAN. Artinya SUNDA = Bangsa Sunda
WIWITAN= Kuno atau Pertama (Kawitan)
Jadi Arti dari Nama Kepercayaanya Sundawiwitan. Artinya: Kepercayaan Sunda kuno,Terus Sunda Wiwitanya namanya Apa tidak ada Yang Tau..!!!. 

Shang Maharaja Prabhu Sri Boja Galuh Padjajaran Juga Tidak Memelihara Macan atau Rimong, Baik Loreng atau Putih Seperti Gambar Gambar di Pasaran itu. Karena Macan itu Sudah ada di Gambar Panji Panji Kedathon Ratna ( Galuh) Di buat Masa Pemerintahaan Raja Galuh Pertama Yaitu Rahyang Kumbayana Agastya Rishi Indriya Pra Astha di Banjarnegara abad ke 4 M. Raja Galuh Pertama Sejak Dari Rahyang Rsi Agastya Kumbayana, Hang Sabura Dampo Awang Sampai Si Ratu Rahyang Dharmada jaya wisesa atau Surawisesa itu tidak ada Yang Memelihara Rimong atau Macan. Lha kok Gambar Gambar Lukisan itu ada Macanya...???.

Terus Kembali lagi Ke Pertanyaanya Penulis Sejarah itu Siapa dan Harusnya Siapa Yang Punya Hak Menulis Kalau Trah Padjajaran Sudah Habis Waktu Padjajaran ambruk di Kepung 4 Kesultanan yaitu,
1.Demak,
2.Cirebon,
3.Banten,
4. Turki Otoman dan Giri Sebagai Pembantu Untuk Demak.

SILIWANGI Itu Ada Dari Budi Budaya Para Pengarang Sejarah Setelah Islam Masuk Meruntuhkan Wilwatikta dan Padjajaran. Setelah Itu Kok Para Penerusnya
Membuat Cerita Sejarah.
Heranya Namanya Sejarah Musuhnya kok Malah ditulis Sejarahnya, Pakai Bahasa dan Tulisan lokal Sehingga Seperti Cerita Sejarah Aslinya Tidak Taunya Isinya Malah Jungkirwalik Nggak KaruKaruan Jadi Sejarahnya.
Orang Muslim kok Membuat Cerita Padjajaran Jadi Di Putar Putar di Inger Inger Jadi Bubrah Semuanya.
Yang Meruntuhkan Padjajaran Siapa,,?
Yang Nulis Sejarah Siapa,..???
Kepercayaan Padjajaran Sama Wikwatikta itu Beda Jauh.
Ajaran Kanung menekankan Menjunjung tinggi Orang Tua, Mungkin Patah Jimbuningrat Berani Sama Orang Tuanya.
Di Padjajaran itu Para Pangeran itu tidak ada Yang berani Sama Bapaknya Karena Kanung di junjung tinggi di Pasundan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar